APAKAH ANAKKU SUDAH MANDIRI?
Bangun pagi, mandi, sholat subuh, pakai
baju, sarapan, adalah pekerjaan rutin anak sebelum pergi sekolah. Rentetan
pekerjaan itu bisa menjadi rangkaian yang menyenangkan, namun sebaliknya bisa
menjadi momok bagi sebagian anak dan orangtua. Ternyata, kuncinya ada pada
proses pembelajaran kemandirian
Fajar.., bangun! Sudah jam
enam. Kamu mau sekolah apa nggak?”
seru Ibu Tuti lantang sambil menarik selimut anak itu.
”Setiap hari Ibu harus
teriak-teriak begini. Ayo bangun, mandi, jemputan sekolah sebentar lagi
datang!” ulangnya. Ia terpaksa membangunkan Fajar dengan paksa sambil
menggotongnya ke kamar mandi, melepaskan baju, dan memandikannya.
Dalam tempo sepuluh menit Ibu
Tuti berhasil menyiapkan Fajar berseragam lengkap. Setelah selesai memakai
seragam, kini giliran si Bibi yang harus menyuapi Fajar sambil mobil jemputan
datang.
Semua berjalan dengan penuh
dengan paksaan. Suasana pagi pun menjadi menegangkan segenap anggota keluarga. Dalam hati kecilnya sebenarnya Ibu
Tuti sadar bahwa ’rutinitas’ pagi ini sungguh tak baik bagi perkembangan jiwa
Fajar, tapi ia tak tahu harus memperbaikinya dari mana.
Berbeda dengan Nabil, anak
seusia Fajar. Setiap hari ia sudah biasa bangun jam lima subuh dengan bantuan
jam weaker. Ibu atau Ayahnya cukup
membelai pipinya dengan halus sambil membisikkan doa bangun tidur. Angin segar
mengalir dari balik jendela kamar yang sudah dibuka lebar oleh Ibu. Lampu kamar
pun sudah menyala menandakan semua harus segera bangun dari tempat tidur.
Nabil hanya membutuhkan waktu
beberapa menit untuk membuka matanya. Nabil akan segera mengambil handuk, dan
mandi. Selesai berpakaian dan sholat subuh ia akan membantu Ibu membereskan
kamar. Setelah itu, ia akan pergi ke meja makan dan sarapan bersama Ayah sambil
menunggu waktunya berangkat sekolah.
Fitrah Anak Mandiri
Kemandirian adalah
keterampilan atau kemampuan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.
Jadi, tahapan belajar kemandirian pada tiap anak berbeda-beda. Umumnya anak
pada usia tiga tahun sudah mampu bicara saat hendak BAB (buang air besar,
menyendok makanan sendiri, melepas dan memakai celana. Usia lima tahun anak
sudah mampu memakai baju dengan kancing di depan, mengikat sepatu, dan makan
dengan cukup rapi. Dengan pembelajaran kemandirian seharusnya saat usia
sekolah, enam tahun ke atas, anak sudah mampu mengurus keperluan untuk dirinya
sendiri.
Meskipun secara fitrah
anak-anak memiliki kemampuan untuk mandiri, namun orangtua perlu berhati-hati
dalam menentukan target kemandirian. Target yang terlalu tinggi akan membuat
anak putus asa karena merasa gagal. Akhirnya mengurangi minat anak untuk
melakukan ulang perbuatannya. Misalnya, anak usia tiga tahun dipaksa mampu memakai dan melepas sepatu tali
sendiri. Padahal, umumnya di usia itu anak belum mampu melakukannya.
Perlu juga diingat bahwa anak
tidak mungkin memiliki tingkat kemandirian yang penuh atau 100%. Sama halnya
dengan orang-orang dewasa yang masih membutuhkan orang lain untuk menjalani
kehidupan. Artinya, dalam menentukan
target kemandirian orangtua harus cermat dalam menentukan kemampuan
anak. Misalnya, ada saatnya anak kita pegang erat saat menyeberang di jalan
yang ramai. Namun, di jalan yang sepi, orangtua dapat melonggarkan pegangannya
atau bahkan melepasnya dengan tetap memperhatikan kondisi jalanan.
Proses pembelajaran
kemandirian dimulai saat anak berusia 1 – 3 tahun. Rentang usia tersebut
termasuk dalam masa kritis pembentukan kemandirian anak. Semua anak pada masa
itu maunya mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Misalnya, memegang sendok
sendiri, menyisir, memakai baju, memakai sepatu. Tapi, karena saat anak makan
sendiri berantakan, pakai baju sendiri lama dan tidak rapi. Akhirnya, orangtua
langsung mengambil alih pekerjaan tersebut. Disuapi, dipakaikan sepatu. ”Tanpa
sadar pengambilalihan pekerjaan itu akan mematikan fitrah kemandirian anak.
Kebiasaan bangun pagi pun
sebenarnya sudah ada sejak bayi. Hampir semua bayi sebenarnya biasa bangun
pagi. Tangisan bayi di subuh hari biasa meramaikan rumah dan membangunkan
segenap anggota keluarga. Bila saat bayi bangun seluruh anggota keluarga sudah
bangun dan menjalani aktivitas kebiasaan tersebut akan tetap terpelihara sampai
ia besar. Namun, bila orangtua masih belum beranjak dari tempat tidur atau
bahkan menidurkan bayi kembali dengan harapan dapat meneruskan istirahatnya,
bayi pun akan biasa bangun siang.
Mandiri, untuk apa?
Kemandirian anak sangat
penting bagi perkembangan jiwa anak karena akan menimbulkan tingkat kepercayaan
diri anak. Anak yang memiliki kepercayaan diri akan merasa mampu. ”Saya mampu,
saya bisa!” Dampaknya, anak memiliki semangat untuk melakukan aktivitasnya, dan
memiliki keinginan untuk banyak mencoba sesuatu yang baru dan meningkatkan
prestasinya. Selain itu, manfaatnya juga sangat terasa bagi kehidupan anak di
masa depan karena ia memiliki kesepakatan untuk mencoba banyak hal positif.
Mengapa belum mandiri?
Anak yang belum mandiri untuk
ukuran anak seusianya harus segera mendapat penanganan khusus dari orangtua.
Pertama orangtua harus mencari penyebabnya. Kedua, mencari solusi sesuai dengan
penyebabnya.
Misalnya, anak yang susah
bangun pagi. Cobalah perhatikan, apakah istirahatnya cukup. Atau, apakah
kesehatannya sedang terganggu. Bila penyebabnya kurang istirahat berarti harus
dicukupkan waktu istirahatnya. Bila karena alasan kesehatan berarti kondisi
kesehatannya harus diperbaiki terlebih dahulu.
Bila penyebabnya karena
kelalaian orangtua dalam mengajarkan kemandirian atau karena kurang konsisten
dalam proses pembelajaran berarti orangtua harus mengulang prosesnya dari awal.
Mulai dari pengenalan penjelasan, dan pengulangan-pengulangan.
Pembiasaan sejak dini, sangat
penting bagi anak: Jangan selalu melarang keinginan anak misal: mandi, makan,
merapihkan mainan, anak ingin mengerjakan sendiri, mungkin mulanya akan
berantakan tidak bersih dsb. Tetapi istilah belajar lama kelamaan anak akan
terbiasa, tentunya dengan bimbingan orang tua.
Yang tak kalah penting adalah
penyediaan sarana pembelajaran kemandirian. Misalnya, bila tinggi anak baru 100
cm, maka sediakanlah lemari yang sesuai dengan tinggi anak agar ia mampu
mengambil baju dengan mudah. Begitu pula wastafel, tempat air di kamar mandi,
tempat sabun, dan peralatan lainnya. Terakhir, namun sangat penting adalah
diperlukan kesabaran orangtua dalam proses pembelajaran ini.
-- //--
Oleh : Sri
Asih, S.Pd.AUD
0 komentar: